Selasa, 21 Desember 2010

MENGEFISIENKAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN DENGAN MENGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI

MENGEFISIENKAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN DENGAN MENGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI


Disusun Oleh :

Yesy Mardianawati (A24090166)


PENDAHULUAN

Teknologi informasi (TI) memiliki peranan penting dalam perkembangan pertanian. Mulai diterapkannya TI dalam pertanian maka pengelolaan lahan pertanian akan lebih mudah dan efisien. Selain itu, TI bisa menjadi solusi bagi petani dalam menghadapi masalah-masalahnya. Sebagai contoh, petani harus membuat keputusan penting seperti tanaman apa yang cocok ditanam dan kapan waktu penanamannya, bagaimana cara mengelola hama, dan pertimbangan faktor off-farm seperti lingkungan, akses pasar, dll. Dengan adanya TI seperti sistem pendukung berbasis TI pasti bisa membantu mereka dalam mengambil keputusan tersebut. TI juga dapat dimanfaatkan untuk mengecek suatu bahan makanan apakah makanan tersebut sehat dan layak untuk dikonsumsi atau tidak. Namun, di negara Indonesia ini, petani belum bisa memanfaatkan keuntungan TI untuk pertanian karena keterbatasan dalam mengakses teknologi tesebut. Hal ini terjadi karena teknologi yang telah ada masih belum bisa terjangkau untuk petani yang ada di Indonesia yang sebagian besar petani kita hanya memiliki lahan rata-rata kurang dari 0,3 ha dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Sehingga petani masih menggunakan cara-cara tradisional dalam mengelolaan lahan pertaniannya dan belum adanya efisiensi dalam pengelolaan lahannya tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan orang yang dapat memberikan contoh cara mengelola lahan pertanian dengan menggunakan TI. Selain itu, dibutuhkan orang yang bisa merubah image pertanian dari yang tidak dilirik dan tidak diperhatikan oleh generasi muda menjadi objek pusat perhatian yang menarik yang membuat setiap generasi muda bangsa ingin menjadi seorang petani atau pengusaha yang bergerak dibidang pertanian. Sehingga pertanian tidak lagi identik dengan petani yang miskin, berpendidikan rendah, dan serba kekurangan. Tetapi ketika orang membicarakan pertanian dan petani, orang akan membayangkan seseorang yang sukses, kaya, serba berkecukupan, berpendidikan tinggi, dan menjadi salah satu orang penting di negara tersebut.

PERMASALAHAN

Masih miskinnya jaringan infastruktur di negara kita khususnya dipedesaan menjadi salah satu hambatan masuknya teknologi informasi di bidang pertanian. Padahal bila kita bisa memperkenalkan dan dapat mengembangkan TI ini maka pengelolaan lahan pertanian yang masih banyak di daerah pedesaan bisa lebih diefisienkan. Namun hal itu, tidak semudah kita membalikan telapak tangan, banyak hambatan yang masih dialami oleh petanian di negara Indonesia. Seperti tingkat pendidikan petani yang masih rendah yang tidak jarang para petani di negara kita yang masih buta huruf dan tidak pernah merasakan bangku pendidikan. Selain itu, masih banyak masyarakat kita yang menyepelekan pertanian, tidak merasa peduli dengan pentingnya perkembangan pertanian, dan mereka lebih bangga bila mengkonsumsi hasil pertanian dari luar negeri daripada hasil pertanian dalam negeri. Padahal, pertanian dalam negeri merupakan salah satu kunci apakah negara tersebut sudah maju belum.

SOLUSI

Keterbatasan yang masih dialami oleh masyakat kita, khususnya para petani dalam mengakses teknologi informasi untuk mengembangkan pertanian. Kita para penerus bangsa, harus bisa menyakinkan para petani tentang manfaat TI. Faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk TI di bidang pertanian adalah sebagai berikut;

1. Bagaimana menyakinkan petani tentang manfaat potensial dari TI.

2. Bagaimana memanfaatkan internet untuk membantu mengatasi permasalahan petani.

3. Bagaimana memperkenalan konten digital kepada petani.

1. Cara Menyakinkan Petani tentang Manfaat dari TI Dibidang Pertanian

Menyakinkan seseorang itu bukanlah hal mudah untuk dilakukan, apalagi ini orang yang perlu kita yakinkan adalah seorang petani yang lebih menjungjung tinggi tata cara mengelola lahan yang telah diturunkan oleh leluhurnya daripada saran dari seorang penyuluh pertanian. Oleh sebab itu, diperlukan cara-cara yang ampuh, salah satunya memberikan contoh nyata kepada mereka, dengan kita menjadi seorang petani atau pengusaha yang bergerak langsung dibidang pertanian. Seorang pengusaha yang memberikan contoh cara mengelola lahan pertanian dengan menggunakan bantuan teknologi informasi dibidang pertanian untuk memudahkan proses pengelolaan.

Teknologi tersebut seperti sistem pendukung yang berbasis teknologi informasi yang membantu petani dalam pengambilan keputusan tentang tanaman apa yang cocok ditanam di lahan perbukitan, di dataran rendah yang basah, tanah yang sering terjadi kekeringan. Keputusan kapan waktu yang cocok memanen tanaman tersebut agar di dapat hasil panen yang maksimum, keputusan tentang mengatasi hama atau penyakit tanaman, dll. Sehingga dengan mengunakan teknologi ini, hasil pertanian bisa lebih meningkat dan pengelolahan lahan pertanian bisa lebih efisien.

Tidak ada salahnya bila kita mencontoh petani dari luar negeri yang telah menggunakan teknologi untuk mengelola lahan pertaniannya. Di luar sana petani sudah bisa mengelola lahan pertaniannya dengan seefisien mungkin. Hal ini tidak terlepas dari campur tangan pemerintah setempat yang telah memberikan jaringan infastruktur yang sangai memadai kepada petani untuk mengembang teknologi dibidang pertanian.

2. Manfaat Internet untuk petani

Internet merupakan hasil dari perkembangan teknologi yang memiliki peranan penting baik di dunia pendidikan, bisnis, komunikasi dan tentu pertanian. Internet memudahkan kita untuk mendapatkan banyak informasi menyangkut semua hal yang kita perlukan. Salah satunya internet bisa memberikan banyak informasi mengenai perkembangan pertanian di berbagai negara. Sehingga dengan adanya internet ini bisa membantu mengatasi masalah-masalaah petani dalam mengelolahanya. Seperti bila petani mendapakan masalah, tanamannya terkena hama atau penyakit baru dialami yang belum diketahui obat untuk membasmi hama tersebut. Petani bisa mendapatkan solusinya dengan mencari di internet, internet bisa memberikan informasi tersebut yang informasinya bisa bersumber dari berbagi sumber yang ada di berbagai negara. Karena itu, untuk menjadi petani yang sukses, petani harus memiliki pendidikan, keahlian, dan keilmuan lain selain mengetahui cara bertani.

3. Memperkenalkan Konten Digital Kepada Petani

Sekarang ini telah banyak alat-alat digital yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Di bidang pertanian sudah banyak alat-alat pertanian yang telah menggunakan konten digital, seperti alat-alat pengukur pH tanah, komputer untuk menghitung keragaman tanaman di suatu lahan pertanian, alat pendeteksi hama atau penyakit yang terdapat pada tanaman, alat-alat untuk proses kultur jaringan, dll. Tetapi alat-alat yang menggunakan konten digital ini masih belum digunakan oleh petani kita. Sehingga penting bagi kita sebagai generasi muda yang mengetahui hal ini dan memiliki perhatian terhadap pertanian untuk memperkenalkan konten digital ini kepada para petani kita.

Memperkenalkan konten digital ini kepada petani, bisa dimulai dari alat-alat sederhana seperti pengukur pH tanah untuk mengetahui masam, netral, atau basa, tanah yang digunakan untuk lahan pertanian. Kita juga perlu memberitahu petani pentingnya mengetahui pH tanah. Sehingga bila petani mengetahui keuntungan dari alat-alat digital tersebut untuk pertanian, petani akan bersemangat untuk menggunakan alat-alat konten digital tersebut.

KESIMPULAN

Penggunaan teknologi informasi(TI) di bidang pertanian memiliki banyak manfaat bagi petani untuk mengelola lahan petanian agar lebih efisien. Adanya keterbatasan yang masih dialami oleh masyarakat kita, khususnya para petani dalam mengakses teknologi informasi tersebut. Sehingga kita harus bisa menyakinkan para petani tentang manfaat TI dengan memberi contoh nyata kepada mereka yaitu menjadi seorang petani atau pengusaha yang bergerak langsung di bidang pertanian, memberitahu manfaat Internet untuk petani, dan memperkenalkan konten digital kepada petani.

Sabtu, 15 Mei 2010

Budaya Masyarakat Petani














LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini program-program pemerintah di bidang pertanian, terutama yang berkaitan dengan swasembada pangan semakin marak. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai swasembada pangan, terutama beras, jagung, kedelai, dan daging. Semua pihak berusaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian, baik dengan penerapan teknologi baru, pemilihan bibit unggul, perbaikan pengairan, pemupukan yang teratur, dan pemberantasan hama. Ditambah dengan proses pengolahan produk pasca panen, termasuk pendistribusiannya. Keseluruhannya lebih dikenal sebagai program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Namun ternyata, ada hal lain yang terlupakan. Padahal aspek ini tak kalah penting dan sangat berperan dalam kontinuitas produksi pertanian, yaitu kesehatan dari praktisi persawahan dan perkebunan, yakni para petani. Alangkah baiknya jika kita tak hanya terfokus pada kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, tetapi juga memperhatikan bagaimana pola keselamatan dan kesehatan kerja dari para petani.
Dari hasil pengamatan kami, jarang sekali ada orang yang memperhatikan masalah kesehatan petani, padahal hal tersebut tidak kalah peting. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya artikel yang membahas tentang masalah tersebut, terutama dengan pola petani kita yang pergi ke sawah tanpa menggunakan alas kaki. Padahal di luar negeri, terutama di Negara yang pertaniannya maju seperti Jepang dan Amerika, masalah kesehatan petani ini sudah menjadi sorotan, baik oleh pemerintah maupun LSM-LSM terkait. Bukan berarti, di Indonesia penanganan masalah ini tidak ada sama sekali. Hanya saja, sedikit sekali sosialisasi yang dilakukan pemerintah ataupun LSM perihal alas kaki dalam bersawah.
Disamping itu, memang tidak dapat kita pungkiri bahwa petani kita sendiri pun masih belum memberikan perhatian yang berarti bagi kesehatannya. Para petani yang penghasilanya pas-pasan, belum tentu dari penghasilannya tersebut dapat memenuhi semua kebutuhan pokok keluarga mereka. Wajar saja, jika mereka tidak begitu menghiraukan kesehatan mereka dalam bertani, seperti dalam hal yang kecil saja memakai alas kaki ke sawah. Mereka anggap itu hal tesebut sepele dan tidak berbahaya untuk diri mereka. Telah menjadi sebuah kebiasaan petani-petani di pedesaan masih telanjang kaki ketika mereka pergi bertani atau berladang, sebagian petani beralasan mereka tidak memakai alas kaki agar mereka tidak terpeleset ketika bekerja dan tidak menghambat gerak mereka.

TUJUAN
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan tijauan atau informasi yang kadang dianggap sepele oleh sebagian orang padahal hal tersebut berdampak sangat besar. Seperti kebiasaaan petani yang tidak memakai alas kaki ketika berkerja, selintas hal tersebut terlihat sepele dan tidak penting tapi setelah ditinjau lebih lanjut, kebiasaan tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit yang serius bahkan bisa berdampak kematian. Dan sudah selayaknya, kita sebagai masyarakat negara agraris, menjaga asset berharga negara ini, yaitu para petani.

PENDAHULUAN
Sistem pertanian Indonesia yang masih terbilang tradisional dalam pengelolaan lahannya. Sekalipun sudah dilakukan penyuluhan ke desa-desa perihal modernisasi pertanian, namun hal ini kurang dihiraukan oleh para petani. Para petani masih menggunakan cangkul untuk mengolah tanah, sebagian lagi telah mengunakan teknologi seperti mesin traktor. Namun, seperti sosialisasi penggunaan traktor di daerah pertanian Garut, sekalipun petugas pemerintah sudah memberikan penyuluhan perihal penggunaan traktor, para petani tetap belum bisa atau bahkan tidak mau menggunakannya. Atau bisa dikatakan, petani Garut lebih senang mengolah lahan dengan tangan mereka sendiri. Alasan penolakan traktor diantaranya adalah penjelasan petugas yang tidak mendetail mengenai cara pakai traktor, kemudian mahalnya harga BBM yang digunakan sebagai bahan bakar traktor, dan mahalnya suku cadang yang harus dibeli jika traktor tersebut rusak serta tidak adanya montir khusus untuk memperbaiki traktor. Kerepotan inilah yang membuat petani ‘malas’ merubah gaya bertani mereka dan cenderung mempertahankan ‘apa yang sudah mereka miliki’.
Kebiasaan petani tidak memakai alas kaki ketika mereka bekerja di lahan pertanian, sudah melekat kuat. Adalah aneh, bila seorang petani memakai alas kaki ketika mereka bekerja. Di negara-negara maju, sistem pengolahan lahannya telah menerapkan teknologi sepenuhnya yang memungkinkan petaninya tidak perlu ‘terjun langsung’ ke sawah. Seperti sistem pertanian di Amerika Serikat, para petani di sana telah terbiasa memakai alas kaki ketika mereka bekerja di lahan pertanian dengan menggunakan sepatu “Boot” sepatu yang berbahan dasar dari karet atau plastik. Mereka telah memahami pentingnya memakai alas kaki. Salah satunya adalah untuk menghindari infeksi cacing yang dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui telapak kaki yang telanjang. Di Amerika, para ahli kesehatan telah banyak dan giat melakukan pembinaan terhadap petani dan sangat memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan petaninya.

PEMBAHASAN
Indonesia yang, merupakan negara agraris, negara yang menekankan bidang pertanian sebagai komoditas ekspor, negara yang masih mengandalkan sebagian besar hasil komoditas pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakatny, walau sebagian besar pertanian di Indonesia masih mengunakan alat tradisional dalam mengelola lahan pertaniannya.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa pendidikan petani-petani kita tidak begitu tinggi, atau bahkan ada yang tidak mengecap pendidikan sama sekali. Jadi wajar saja, jikalau mereka tidak begitu mengerti dan memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin dapat berdampak besar. Seperti infeksi yang dapat disebabkan oleh cacing, bakteri, dan jamur. Padahal, mikroba-mikroba tersebut dapat menyebabkan penyakit yang cukup berbahaya, seperti kaki gajah dan tetanus.
Di sisi lain, kesehatan petani memang belum menjadi sorotan yang dianggap penting oleh pemerintah dan para ahli kesehatan. Hal itu karena sistem kesehatan di negara kita lebih menekankan pada aspek kuratif. Bagaimana menyembuhkan seseorang yang terkena penyakit? Padahal di negara-negara maju, aspek tersebut sudah dialihkan menjadi aspek preventif. Bagaimana menjaga kesehatan masyarakat dan mencegah munculnya wabah penyakit?
Hal tersebut tidak sulit untuk dibuktikan, di daerah Lembu Situ, Sukabumi, Jawa Barat, penyuluh yang datang masih menekankan perihal kesehatan ibu hamil. Adapun perihal pertaniannya, para petani hanya diberikan cara-cara menghasilkan panen yang melimpah, para penyuluh belum ada yang secara besar-besaran mencoba menjelaskan pola keselamatan dan kesehatan kerja, terutama pentingnya memakai alas kaki kepada petani. Pernah suatu ketika seorang mahasiswa IPB bertanya kepada salah seorang petani di desa tersebut, mengenai alasan mengapa petani tidak menggunakan alas kaki ketika pergi ke sawah. Petani tersebut menjawab bahwa ia tidak memakai alas kaki agar tidak terpeleset ketika berada di ladang bila dalam keadaan hujan. Repot bila memakai sandal ke sawah karena sandal tersebut bisa tertahan di dalam lumpur dan dapat menghambat gerak petani di sawah. Kemudian ketika ditanya mengapa tidak memakai sepatu boot, alasan petani tersebut adalah karena sepatu boot harus di beli sementara penghasilan mereka hanya mampu memenuhi kebutuhan pribadi dan membiayai pendidikan anak-anaknya, yang mungkin hanya mampu disekolahkan semapai tingkat SD atau SMP. Masih banyak alasan lain yang membuat petani bertahan untuk tidak memakai alas kaki.
Padahal kebiasaan tidak memakai alas kaki tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit yang cukup berbahaya, mulai dari masuknya cacing-cacing parasit kedalam tubuh lewat telapak kaki yang telanjang sampai luka yang terjadi bila menginjak sesuatu (benda) yang tajam. Ada sebuah kasus, masih di kota Sukabumi, seorang petani tua bernama bapak Jiji (60 tahun) adalah buruh tani yang menggarap lahan orang lain. Suatu ketika, kepala keluarga yang telah memiliki cucu ini tertusuk paku yang berkarat saat sedang mencakul di sawah. Karena ketidaktahuan beliau terhadap bahaya infeksi luka tersebut, pak Jiji membiarkan luka bekas tertusuk paku berkarat tersebu dengan anggapan nanti akan sembuh dengan sendirinya, seperti luka gores lainnya. Beliau tetap bekerja di sawah tanpa membersihkan lukanya dengan antiseptic atau obat lainnya. Luka itu dibersihkan dengan air panas dan cabe rawit ”cengek” yang di gosok-gosokkan ke daerah luka, kemudian ditutup dengan sobekan kain bekas. Pak Jiji melanjutkan pekerjaannya di sawah tanpa memakai alas kaki, sehingga menyebabkan luka tersebut semakin parah dan terjadi infeksi yang mengakibatkan Pak Jiji sakit keras hingga akhirnya meninggal. Meski sudah jatuh korban, penduduk desa tersebut tetap mempertahakan budaya “nyeker” saat bertani. Mereka masih belum memahami akar dari kasus meninggalnya Pak Jiji tersebut. Masyarakat sekitar hanya mengetahui Pak Jiji meninggal karena infeksi dan tidak memahami alasan dibalik infeksi yang dialami Pak Jiji.
Tidak hanya Indonesia yang mengalami masalah serupa, Cina pun kesulitan dalam penanganan petani telanjang kaki ini. Berbeda dengan Indonesia, pemerintah Cina dengan sigap membentuk "Dokter Barefoot" selama Revolusi Kebudayaan. Dokter-dokter tersebut diberi pelatihan dan dipekerjakan di desa-desa untuk membantu perawatan kesehatan masyarakat petani daerah tersebut. Mereka menyuluh dan mempromosikan perawatan kesehatan dasar pencegahan dan keluarga berencana serta penyakit-penyakit umum berjangkit. Dokter bertindak sebagai penyedia layanan kesehatan utama di tingkat the grass-roots level. Para dokter barefoot ini terlibat secara langsung dalam upaya preventif dan kuratif dengan menghabiskan 50% dari waktu mereka untuk ini. Hal ini berarti bahwa petani pedesaan menganggap dokter sebagai teman dan nasihat mereka lebih dihormati.
Sistem dokter bertelanjang kaki merupakan salah satu inspirasi yang paling penting bagi WHO pada tahun 1978 ketika sebuah deklarasi ditandatangani dengan suara bulat menyerukan masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam menentukan prioritas kesehatan. Program ini ditekankan pada perawatan kesehatan primer dan kedokteran pencegahan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Hingga saat ini masalah kesehatan praktisi pertanian, terutama petani, kurang diperhatikan. Baik para petani sendiri yang acuh terhadap penggunaan alas kaki, maupun pemerintah dan LSM yang kurang tanggap menghadapi permasalahan tersebut. Pola kerja yang tidak baik ini sulit untuk diubah, jika tidak ada korelasi atau kerja sama antara petani dengan berbagai macam profesi kesehatan, baik dari pemerintah maupun swasta (LSM). Kebiasan tidak memakai alas kaki ketika bersawah banyak ditemui di Indonesia karena kurangnya pengetahuan para petani akan pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja di sawah. Kebiasaan tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit, mulai dari infeksi ringan sampai yang menyebabkan kematian. Oleh karena itu, sebagai masyarakat dari negara agraris, sudah sepatutnya kita saling mengingatkan dan membantu memelihara kesehatan masyarakat tani sebagai asset kontinuitas produksi pertanian Indonesia.

REFERENSI
http://daydream.ee.csulb.edu/ /
http://www.barefootfarmer.com/csa-info.html
http://www.barefootclinic.com/about/
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/13285
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/7381
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/12406
http://www.ipb.ac.id/~tpg?b=1510
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11459/2/H09ard.pdf
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/5861/4/2009wid.pdf


Budaya Kesehatan Masyarakat Petani




LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini program-program pemerintah di bidang pertanian, terutama yang berkaitan dengan swasembada pangan semakin marak. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai swasembada pangan, terutama beras, jagung, kedelai, dan daging. Semua pihak berusaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian, baik dengan penerapan teknologi baru, pemilihan bibit unggul, perbaikan pengairan, pemupukan yang teratur, dan pemberantasan hama. Ditambah dengan proses pengolahan produk pasca panen, termasuk pendistribusiannya. Keseluruhannya lebih dikenal sebagai program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Namun ternyata, ada hal lain yang terlupakan. Padahal aspek ini tak kalah penting dan sangat berperan dalam kontinuitas produksi pertanian, yaitu kesehatan dari praktisi persawahan dan perkebunan, yakni para petani. Alangkah baiknya jika kita tak hanya terfokus pada kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, tetapi juga memperhatikan bagaimana pola keselamatan dan kesehatan kerja dari para petani.
Dari hasil pengamatan kami, jarang sekali ada orang yang memperhatikan masalah kesehatan petani, padahal hal tersebut tidak kalah peting. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya artikel yang membahas tentang masalah tersebut, terutama dengan pola petani kita yang pergi ke sawah tanpa menggunakan alas kaki. Padahal di luar negeri, terutama di Negara yang pertaniannya maju seperti Jepang dan Amerika, masalah kesehatan petani ini sudah menjadi sorotan, baik oleh pemerintah maupun LSM-LSM terkait. Bukan berarti, di Indonesia penanganan masalah ini tidak ada sama sekali. Hanya saja, sedikit sekali sosialisasi yang dilakukan pemerintah ataupun LSM perihal alas kaki dalam bersawah.
Disamping itu, memang tidak dapat kita pungkiri bahwa petani kita sendiri pun masih belum memberikan perhatian yang berarti bagi kesehatannya. Para petani yang penghasilanya pas-pasan, belum tentu dari penghasilannya tersebut dapat memenuhi semua kebutuhan pokok keluarga mereka. Wajar saja, jika mereka tidak begitu menghiraukan kesehatan mereka dalam bertani, seperti dalam hal yang kecil saja memakai alas kaki ke sawah. Mereka anggap itu hal tesebut sepele dan tidak berbahaya untuk diri mereka. Telah menjadi sebuah kebiasaan petani-petani di pedesaan masih telanjang kaki ketika mereka pergi bertani atau berladang, sebagian petani beralasan mereka tidak memakai alas kaki agar mereka tidak terpeleset ketika bekerja dan tidak menghambat gerak mereka.

TUJUAN
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan tijauan atau informasi yang kadang dianggap sepele oleh sebagian orang padahal hal tersebut berdampak sangat besar. Seperti kebiasaaan petani yang tidak memakai alas kaki ketika berkerja, selintas hal tersebut terlihat sepele dan tidak penting tapi setelah ditinjau lebih lanjut, kebiasaan tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit yang serius bahkan bisa berdampak kematian. Dan sudah selayaknya, kita sebagai masyarakat negara agraris, menjaga asset berharga negara ini, yaitu para petani.

PENDAHULUAN
Sistem pertanian Indonesia yang masih terbilang tradisional dalam pengelolaan lahannya. Sekalipun sudah dilakukan penyuluhan ke desa-desa perihal modernisasi pertanian, namun hal ini kurang dihiraukan oleh para petani. Para petani masih menggunakan cangkul untuk mengolah tanah, sebagian lagi telah mengunakan teknologi seperti mesin traktor. Namun, seperti sosialisasi penggunaan traktor di daerah pertanian Garut, sekalipun petugas pemerintah sudah memberikan penyuluhan perihal penggunaan traktor, para petani tetap belum bisa atau bahkan tidak mau menggunakannya. Atau bisa dikatakan, petani Garut lebih senang mengolah lahan dengan tangan mereka sendiri. Alasan penolakan traktor diantaranya adalah penjelasan petugas yang tidak mendetail mengenai cara pakai traktor, kemudian mahalnya harga BBM yang digunakan sebagai bahan bakar traktor, dan mahalnya suku cadang yang harus dibeli jika traktor tersebut rusak serta tidak adanya montir khusus untuk memperbaiki traktor. Kerepotan inilah yang membuat petani ‘malas’ merubah gaya bertani mereka dan cenderung mempertahankan ‘apa yang sudah mereka miliki’.
Kebiasaan petani tidak memakai alas kaki ketika mereka bekerja di lahan pertanian, sudah melekat kuat. Adalah aneh, bila seorang petani memakai alas kaki ketika mereka bekerja. Di negara-negara maju, sistem pengolahan lahannya telah menerapkan teknologi sepenuhnya yang memungkinkan petaninya tidak perlu ‘terjun langsung’ ke sawah. Seperti sistem pertanian di Amerika Serikat, para petani di sana telah terbiasa memakai alas kaki ketika mereka bekerja di lahan pertanian dengan menggunakan sepatu “Boot” sepatu yang berbahan dasar dari karet atau plastik. Mereka telah memahami pentingnya memakai alas kaki. Salah satunya adalah untuk menghindari infeksi cacing yang dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui telapak kaki yang telanjang. Di Amerika, para ahli kesehatan telah banyak dan giat melakukan pembinaan terhadap petani dan sangat memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan petaninya.

PEMBAHASAN
Indonesia yang, merupakan negara agraris, negara yang menekankan bidang pertanian sebagai komoditas ekspor, negara yang masih mengandalkan sebagian besar hasil komoditas pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakatny, walau sebagian besar pertanian di Indonesia masih mengunakan alat tradisional dalam mengelola lahan pertaniannya.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa pendidikan petani-petani kita tidak begitu tinggi, atau bahkan ada yang tidak mengecap pendidikan sama sekali. Jadi wajar saja, jikalau mereka tidak begitu mengerti dan memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin dapat berdampak besar. Seperti infeksi yang dapat disebabkan oleh cacing, bakteri, dan jamur. Padahal, mikroba-mikroba tersebut dapat menyebabkan penyakit yang cukup berbahaya, seperti kaki gajah dan tetanus.
Di sisi lain, kesehatan petani memang belum menjadi sorotan yang dianggap penting oleh pemerintah dan para ahli kesehatan. Hal itu karena sistem kesehatan di negara kita lebih menekankan pada aspek kuratif. Bagaimana menyembuhkan seseorang yang terkena penyakit? Padahal di negara-negara maju, aspek tersebut sudah dialihkan menjadi aspek preventif. Bagaimana menjaga kesehatan masyarakat dan mencegah munculnya wabah penyakit?
Hal tersebut tidak sulit untuk dibuktikan, di daerah Lembu Situ, Sukabumi, Jawa Barat, penyuluh yang datang masih menekankan perihal kesehatan ibu hamil. Adapun perihal pertaniannya, para petani hanya diberikan cara-cara menghasilkan panen yang melimpah, para penyuluh belum ada yang secara besar-besaran mencoba menjelaskan pola keselamatan dan kesehatan kerja, terutama pentingnya memakai alas kaki kepada petani. Pernah suatu ketika seorang mahasiswa IPB bertanya kepada salah seorang petani di desa tersebut, mengenai alasan mengapa petani tidak menggunakan alas kaki ketika pergi ke sawah. Petani tersebut menjawab bahwa ia tidak memakai alas kaki agar tidak terpeleset ketika berada di ladang bila dalam keadaan hujan. Repot bila memakai sandal ke sawah karena sandal tersebut bisa tertahan di dalam lumpur dan dapat menghambat gerak petani di sawah. Kemudian ketika ditanya mengapa tidak memakai sepatu boot, alasan petani tersebut adalah karena sepatu boot harus di beli sementara penghasilan mereka hanya mampu memenuhi kebutuhan pribadi dan membiayai pendidikan anak-anaknya, yang mungkin hanya mampu disekolahkan semapai tingkat SD atau SMP. Masih banyak alasan lain yang membuat petani bertahan untuk tidak memakai alas kaki.
Padahal kebiasaan tidak memakai alas kaki tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit yang cukup berbahaya, mulai dari masuknya cacing-cacing parasit kedalam tubuh lewat telapak kaki yang telanjang sampai luka yang terjadi bila menginjak sesuatu (benda) yang tajam. Ada sebuah kasus, masih di kota Sukabumi, seorang petani tua bernama bapak Jiji (60 tahun) adalah buruh tani yang menggarap lahan orang lain. Suatu ketika, kepala keluarga yang telah memiliki cucu ini tertusuk paku yang berkarat saat sedang mencakul di sawah. Karena ketidaktahuan beliau terhadap bahaya infeksi luka tersebut, pak Jiji membiarkan luka bekas tertusuk paku berkarat tersebu dengan anggapan nanti akan sembuh dengan sendirinya, seperti luka gores lainnya. Beliau tetap bekerja di sawah tanpa membersihkan lukanya dengan antiseptic atau obat lainnya. Luka itu dibersihkan dengan air panas dan cabe rawit ”cengek” yang di gosok-gosokkan ke daerah luka, kemudian ditutup dengan sobekan kain bekas. Pak Jiji melanjutkan pekerjaannya di sawah tanpa memakai alas kaki, sehingga menyebabkan luka tersebut semakin parah dan terjadi infeksi yang mengakibatkan Pak Jiji sakit keras hingga akhirnya meninggal. Meski sudah jatuh korban, penduduk desa tersebut tetap mempertahakan budaya “nyeker” saat bertani. Mereka masih belum memahami akar dari kasus meninggalnya Pak Jiji tersebut. Masyarakat sekitar hanya mengetahui Pak Jiji meninggal karena infeksi dan tidak memahami alasan dibalik infeksi yang dialami Pak Jiji.
Tidak hanya Indonesia yang mengalami masalah serupa, Cina pun kesulitan dalam penanganan petani telanjang kaki ini. Berbeda dengan Indonesia, pemerintah Cina dengan sigap membentuk "Dokter Barefoot" selama Revolusi Kebudayaan. Dokter-dokter tersebut diberi pelatihan dan dipekerjakan di desa-desa untuk membantu perawatan kesehatan masyarakat petani daerah tersebut. Mereka menyuluh dan mempromosikan perawatan kesehatan dasar pencegahan dan keluarga berencana serta penyakit-penyakit umum berjangkit. Dokter bertindak sebagai penyedia layanan kesehatan utama di tingkat the grass-roots level. Para dokter barefoot ini terlibat secara langsung dalam upaya preventif dan kuratif dengan menghabiskan 50% dari waktu mereka untuk ini. Hal ini berarti bahwa petani pedesaan menganggap dokter sebagai teman dan nasihat mereka lebih dihormati.
Sistem dokter bertelanjang kaki merupakan salah satu inspirasi yang paling penting bagi WHO pada tahun 1978 ketika sebuah deklarasi ditandatangani dengan suara bulat menyerukan masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam menentukan prioritas kesehatan. Program ini ditekankan pada perawatan kesehatan primer dan kedokteran pencegahan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Hingga saat ini masalah kesehatan praktisi pertanian, terutama petani, kurang diperhatikan. Baik para petani sendiri yang acuh terhadap penggunaan alas kaki, maupun pemerintah dan LSM yang kurang tanggap menghadapi permasalahan tersebut. Pola kerja yang tidak baik ini sulit untuk diubah, jika tidak ada korelasi atau kerja sama antara petani dengan berbagai macam profesi kesehatan, baik dari pemerintah maupun swasta (LSM). Kebiasan tidak memakai alas kaki ketika bersawah banyak ditemui di Indonesia karena kurangnya pengetahuan para petani akan pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja di sawah. Kebiasaan tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit, mulai dari infeksi ringan sampai yang menyebabkan kematian. Oleh karena itu, sebagai masyarakat dari negara agraris, sudah sepatutnya kita saling mengingatkan dan membantu memelihara kesehatan masyarakat tani sebagai asset kontinuitas produksi pertanian Indonesia.

REFERENSI
http://daydream.ee.csulb.edu/ /
http://www.barefootfarmer.com/csa-info.html
http://www.barefootclinic.com/about/
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/13285
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/7381
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/12406